Penerjemahan adalah suatu proses yang kompleks, yaitu teks dari satu bahasa diterjemahkan ke dalam bahasa lain dengan tujuan untuk menyampaikan makna yang sama kepada pembaca yang berbicara bahasa target. Namun, mencapai kesamaan makna ini bukanlah tugas yang mudah. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk memahami dan mengelola proses penerjemahan adalah teori Skopos yang cukup terkenal. Teori Skopos, pertama kali diperkenalkan oleh Hans J. Vermeer pada tahun 1970-an, mengubah pandangan tradisional terhadap penerjemahan. Dalam teori ini, skopos (dari bahasa Yunani yang berarti "tujuan") menjadi pusat perhatian. Skopos mengacu pada niat atau tujuan yang ingin dicapai oleh penerjemah dalam menyampaikan pesan tertentu kepada pembaca target.
Dalam konteks teori Skopos, penerjemah bukan hanya sekadar penghubung antara dua bahasa, tetapi juga pemilih dan penyampaian pesan. Artinya, penerjemah harus memahami tujuan dan konteks komunikatif yang ada di balik teks sumber, serta mempertimbangkan pembaca target dan konteks penerimaan mereka. Penerjemah harus memilih strategi penerjemahan yang sesuai untuk mencapai tujuan komunikatif yang diinginkan.
Salah satu prinsip utama dalam teori Skopos adalah bahwa penerjemahan harus bersifat fleksibel dan adaptif terhadap kebutuhan komunikatif dari pembaca target. Dalam banyak kasus, kata-kata atau struktur kalimat dalam bahasa sumber tidak dapat diterjemahkan secara langsung ke dalam bahasa target karena perbedaan struktur dan budaya. Oleh karena itu, penerjemah harus menggunakan strategi penerjemahan yang tepat untuk mencapai efek yang sama atau setidaknya setara dalam bahasa target.
Dalam teori Skopos, konteks sangat penting dalam memahami makna. Penerjemah harus mempertimbangkan faktor-faktor kontekstual seperti budaya, norma sosial, latar belakang pembaca, dan maksud komunikatif teks sumber. Sebagai contoh, jika sebuah teks sumber ditulis dengan tujuan untuk menghibur, penerjemah harus mencari cara untuk menjaga efek hiburan yang sama dalam bahasa target. Ini mungkin melibatkan penggunaan kalimat atau kata-kata yang berbeda untuk mencapai efek yang diinginkan.
Teori Skopos menekankan pentingnya kerjasama antara penerjemah dan klien atau penulis teks sumber. Klien atau penulis harus memberikan informasi yang jelas tentang tujuan komunikatif mereka dan konteks yang relevan. Ini memungkinkan penerjemah untuk membuat keputusan yang tepat dalam memilih strategi penerjemahan yang sesuai. Namun, teori Skopos juga mengakui bahwa penerjemah tidak selalu bisa mengikuti tujuan komunikatif teks sumber. Terkadang, tujuan penerjemahan harus disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan pembaca target. Penerjemah harus mempertimbangkan apakah tujuan teks sumber masih relevan dalam konteks baru atau apakah perlu ada penyesuaian untuk mencapai tujuan yang lebih tepat.
Dalam konteks teori Skopos, profesionalisme penerjemah sangat penting. Penerjemah harus memiliki pengetahuan mendalam tentang kedua bahasa yang terlibat, pemahaman yang baik tentang konteks dan budaya, serta keterampilan komunikasi yang kuat. Mereka juga harus memahami konvensi bahasa target dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam teks sumber.
Meskipun teori Skopos telah memberikan kontribusi besar dalam memahami penerjemahan sebagai sebuah tindakan komunikatif, pendekatan ini tidak terlepas dari kritik. Beberapa kritikus berpendapat bahwa teori ini terlalu berfokus pada tujuan dan mengabaikan aspek-aspek lain seperti kualitas estetika teks sumber. Selain itu, terdapat tantangan praktis dalam menerapkan teori Skopos secara konsisten dalam penerjemahan yang kompleks.
Sebagai kesimpulan, teori Skopos telah memberikan kerangka kerja yang bermanfaat dalam memahami proses penerjemahan. Pendekatan ini menekankan pentingnya memahami tujuan komunikatif dan konteks penerjemahan. Dengan memperhatikan prinsip skopos, penerjemah dapat memilih strategi penerjemahan yang tepat untuk menyampaikan pesan yang sama atau setara kepada pembaca target.