Penerjemah adalah salah satu profesi yang mungkin tidak terlalu populer di Indonesia. Tugas utamanya adalah mengalihkan pesan, informasi, atau makna dari teks sumber ke teks sasaran, misalnya dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Penerjemah identik dengan teks tertulis (buku, jurnal, brosur, konten website, dll.) dan istilah interpreter (juru bahasa) ditujukan untuk mereka yang menerjemahkan secara lisan.
Dilihat dari aspek
finansial, profesi ini seharusnya memberikan penghasilan yang tidak sedikit
bagi yang mau menekuninya secara serius dan profesional. Namun, tidak sedikit
penerjemah yang merasakan penghasilannya serba pas-pasan. Perbedaan tersebut
sangat ditentukan oleh tarif yang ditawarkan penerjemah kepada pengguna jasanya
sekaligus banyaknya job
yang diterima. Memberikan tarif mahal dan murah (atau kompetitif) adalah
pilihan tersendiri bagi setiap penerjemah (dengan segala konsekuensinya),
tetapi penerjemah pantas dibayar mahal atas pekerjaannya tersebut. Berikut ini
adalah penjelasannya.
Menerjemahkan
adalah keahlian yang langka
Memahami bahasa asing
dan bisa menggunakannya dengan baik untuk berkomunikasi (baik secara tertulis
maupun lisan) tidak otomatis menjadikan seseorang penerjemah yang baik.
Penguasaan bahasa asing memang modal utama dan pertama yang tidak bisa ditawar,
tetapi menerjemahkan adalah keahlian yang berbeda. Seperti keahlian
berkomunikasi dengan bahasa asing, keahlian menerjemahkan juga perlu diasah dan
dilatih selama bertahun-tahun untuk menjadikannya penerjemah yang andal dan
profesional. Ironisnya, di Indonesia, orang yang sekedar bisa mengucapkan “good morning”
atau “hello”
bisa mengaku sebagai penerjemah. Kemampuannya jelas tidak memadai dan
profesional. Di luar negeri, tidak sembarang orang bisa mengaku/mengklaim
dirinya sebagai penerjemah.
Butuh
waktu lama untuk mengasah keahlian penerjemah
Menerjemahkan satu
halaman teks dengan jumlah kata 250 mungkin hanya membutuhkan waktu sekitar 30
menit. Tetapi, penerjemah butuh waktu bertahun-tahun untuk belajar dan mengasah
kemampuannya agar bisa menerjemahkan teks tersebut dengan baik hanya dalam
hitungan menit. Penerjemah harus belajar bahasa asing di sekolah formal atau
kursus dan biayanya juga tidak murah. Setelah itu, keahlian ditingkatkan dengan
berlatih menerjemahkan teks, mengikuti seminar atau pelatihan penerjemahan, dan
membaca buku-buku atau literatur tentang penerjemahan. Proses ini juga membutuhkan
waktu yang cukup lama.
Investasi
untuk Software dan Kamus
Untuk menjadi penerjemah
profesional yang bisa diandalkan, memiliki keahlian saja tidaklah cukup.
Keahlian tersebut harus ditunjang dengan fasilitas lengkap, terutama untuk
memberikan hasil terbaik bagi pengguna jasa. Salah satu pengeluaran paling
besar bagi penerjemah adalah membeli software,
termasuk Operating
System dan office.
Jika penerjemah bekerja untuk agensi luar negeri, salah satu persyaratan umum
yang paling sering ditemui adalah penggunaan CAT Tool sebagai alat bantu
penerjemahan. Dengan software ini, agensi dan penerjemah sama-sama diuntungkan
meski harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Jika penerjemah tidak
menggunakan software versi bajakannya, harganya bisa mencapai puluhan juta
rupiah. Kamus online kadang-kadang tidak bisa memberikan referensi yang cukup
untuk membantu penerjemah menerjemahkan suatu istilah. Penerjemah juga perlu
membeli kamus (cetak) yang ditulis berdasarkan bidang ilmu tersendiri, seperti
kamus khusus untuk istilah teknik, pertanian, hukum, kedokteran, dll.
Sertifikasi
Penerjemah yang memiliki
sertifikasi (dari lembaga resmi yang berwenang) memiliki keistimewaan tersendiri. Sertifikat tersebut adalah pengakuan dan bukti bahwa penerjemah
memiliki keahlian yang lebih tinggi. Untuk mengikuti tes dan mendapatkan
sertifikat, penerjemah membutuhkan waktu, dana, dan usaha yang tidak sedikit.
Untuk saat ini, tes untuk penerjemah tersumpah ditiadakan, tetapi penerjemah
masih bisa mengikuti Tes Sertifikasi
Nasional untuk mendapatkan pengakuan atas kemampuannya.